Sabtu, 10 Agustus 2019

Review Materi 3: "Peran Orangtua dalam Membangkitkan Fitrah Seksualitas Anak"

Seperti yang saya tulis dalam review materi 2 kemarin, bahwa peran orangtua sangat besar dalam membangkitkan fitrah seksualitas anak. Materi yang disampaikan hari ini pun berkaitan bahkan hampir mirip dengan materi kemarin. Semakin menegaskan bahwa peran ayah ibu dalam mendidik fitrah seksualitas anak sangat besar. Sang ayah berperan mengisi sisi maskulinitas anak dan sang ibu berperan mengisi sisi feminitasnya. Bagaimana jika  sang ibu lebih dominan dalam rumah tangga? Semisal selalu mengambil keputusan atau terlalu mandiri. Hal ini bisa menggerus sisi feminitasnya yang nantinya juga akan berpengaruh pada anak. Ingat ya maak, anak itu mencontoh apa yang ia lihat. Saya jadi ingat bagaimana saya tumbuh di keluarga yang menuntut untuk mandiri dalam hal apapun. Ya, meskipun saya tiga bersaudara perempuan semua tapi kami dididik untuk bisa melakukan apapun. Jadi wonder woman begitu ceritanya. Bukan karena ibu saya mengambil peran yang dominan daripada bapak. Tapi memang tuntutan bapak ke kami begitu. Setelah menikah barulah saya sadar. Ada kalanya saya harus meminta bantuan suami untuk melakukan sesuatu meskipun saya sebenarnya bisa melakukannya sendiri, seperti memasang tabung gas, mengganti galon air minum, mengangkat sesuatu yang agak berat, dan lainnya. Kenapa? Saya merasa suami saya merasa dirinya bisa diandalkan. Dan peran suami dalam rumah tangga sebagai penanggung jawab serta pelindung jadi lebih terlihat. Anak yang melihat kami bekerja sama dalam rumah tangga pun akan berpikir bahwa ayahnya keren, hebat mau membantu ibunya. Ia akan melihat bahwa ayahnya punya peran besar di rumah. Tapi, kalau ayahnya sedang keluar kota, tunjukkan bahwa kita juga bisa mandiri, pasang tabung gas sendiri, angkat galon, nyetir sendiri, hihihii :)

Diskusi tadi banyak dibahas tentang bagaimana jika suami kurang bekerja sama dalam mendidik anak dan bagaimana jika LDM?
Saya pernah bilang sama suami, bahwa dalam mengurus anak kita harus bekerja sama, tidak bisa sendiri. Saya paham, terkadang ada laki-laki yang empatinya rendah. Nah disitu peran istrinya untuk melakukan komunikasi produktif agar suaminya mau berperan dalam mendidik anak. Kalau saya sendiri, sewaktu Qiy kecil saya sesekali meminta ayahnya untuk mengganti popoknya atau hal remeh lain agar ada interaksi ayah dengan anak. Walaupun sebenarnya hal-hal tersebut bisa saya lakukan sendiri. Tujuannya agar ayah tidak canggung dengan anaknya dan anak merasa dekat dengan ayahnya. Hal-hal tersebut berefek lhoo, akhirnya sekarang mereka berdua dekat sekali.

Mem-branding sosok ayah

Dari diskusi tadi, saya dapat simpulkan bahwa hal yang dapat kita lakukan saat LDM dengan suami adalah mem-branding sosok ayah kepada anak. Kita bisa menceritakan kepada anak, apa yang sedang dilakukan ayahnya, betapa hebatnya ayah mencari nafkah untuk keluarganya, bagaimana sayangnya ayah kepada keluarganya, dan lain-lain. Dengan begitu anak akan tetap mendapatkan kehadiran ayah. Dulu saya pernah menjalani LDM juga selama 5 bulan sewaktu Qiy bayi. Setiap hari rasanya ingin cepat-cepat menyusul agar anak kenal dengan ayahnya. Tapi sayangnya belum diizinkan orangtua. Beliau khawatir saya akan kerepotan. Di saat LDM itu saya sering mendengarkan suara ayahnya ke Qiy dan mengirim foto-foto Qiy ke ayahnya. Tujuannya agar tetap ada ikatan di antara mereka. Salut untuk suami istri yang menjalani LDM. Semoga Allah selalu berikan kemudahan.

Saya pernah terpikir sesuatu, "Besok kalau Qiy besar dia mau curhat ke orangtuanya gak ya?" Saya pernah baca kalau anak harus dilatih agar ia dekat dan terbuka dengan orangtuanya. Salah satunya jika nanti anak sudah akan memasuki baligh dia tak sungkan bercerita kepada orangtuanya. Misalnya jika Qiy akan mengalami menstruasi nantinya. Sebelum itu ia harus paham dulu, apa itu menstruasi, bagaimana mandi wajib, bagaimana hukumnya jika sudah menstruasi? Nah, untuk menjelaskan itu semua saya kira saya harus dekat dengan Qiy dulu, biar nyaman kalau menjelaskannya. Mulai sekarang, saya sering memancing Qiy untuk ngobrol-ngobrol tentang apa yang ia alami hari ini. Hal apa yang ia sukai. Setelah itu nasihat-nasihat yang baik berkaitan apa yang ia alami tadi. Saya pun sering bercerita tentang apa yang saya alami, bagaimana perasaan saya hari itu kepada Qiy. Dengan ikhtiar ini semoga nanti Qiy menjadi anak yang terbuka.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar