Saya tidak pandai memasak. Salah satu ketakutan saya kalau menikah adalah tidak bisa masak yang enak untuk suami. Sewaktu kuliah sesekali masak, alasannya belajar masakin suami nanti. Pas udah kerja juga cuma sesekali aja masak. Jadinya level masak terbaikku adalah masak tumis-tumisan, sop, sambal, tempe tahu goreng. Itu aja kadang jadinya sop banjir (kebanyakan air), keasinan, dan lainnya.
Saya selama ini terdoktrin oleh pernyataan-pernyataan seperti ini, "Istri yang baik itu yang bisa masak enak, pandai mengatur keuangan, pandai ngurus anak." Seolah-olah masak, cuci piring, dan pekerjaan rumah lainnya hanya tugas istri. Jadi stress sendiri kan pas mau nikah, aku belum bisa masaaakkkk.
Awal menikah, masaknya itu-itu saja, tumis, sop, bisa masak telur balado saja sudah sebuah prestasi. Lalu saya mikir, kalau istri harus bisa masak enak ya harusnya suami kudu jago benerin genteng bocor, jago benerin pipa bocor, dan urusan pertukangan lainnya. Ya kan?
Kenapa saya sampai berpikir ke arah sini? Karena alhamdulillah suami saya tak pernah protes kalau masakan saya gitu-gitu aja. Saya pernah mbatin, kok semua masakanku dibilang enak ya padahal aku sendiri merasa biasa saja. Jadi saya juga gak protes kalau suatu saat suami mendelegasikan orang untuk benerin genteng bocor.
Tiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Mungkin saya tak pandai memasak tapi saya ada kelebihan di bidang lain. Mungkin juga suami tidak jago dalam urusan genteng bocor tapi punya kelebihan yang lain. Fokus saja pada kelebihan pasangan, ingat saja yang baik-baik, kalau mau marah ingat kebaikan-kebaikan suami. Kalau jengkel sama tingkah laku suami dipikirkan juga kalau kita di posisi sebaliknya, apakah dia akan jengkel juga sama kita.