Sabtu, 30 November 2019

Renungan Ibu

Semalam, mataku sulit terpejam. Kulihat wajah anak solehah tidur nyenyak di sampingku. Itu anakku, Qiy. Melihat wajah polosnya tiba-tiba air mataku menetes. Apakah aku sudah menjadi ibu yang baik? Apakah aku sudah memberikan haknya sebagai anak? Pikiran itu terus saja berkecamuk di benakku.

Kemudian terpikir...

Membesarkan Qiy, adalah membesarkan calon wanita hebat di masa depan. Membesarkan calon istri orang hebat. Membesarkan menantu yang keren. Membesarkan ibu yang keren di mata anak-anaknya kelak. Juga membesarkan wanita yang memiliki peran di masyarakat. Tentunya Qiy harus mempunyai karakter yang bagus.

Mendidik anak haruslah sesuai dengan zamannya. Membesarkan anak zaman sekarang tentu tidak bisa menggunakan pedoman zaman orang tua kita dulu. Sebagai orang tua dituntut untuk membaca situasi tahun-tahun mendatang.

Zaman orang tua kita dahulu, menjadi PNS adalah sebuah kemewahan. Tapi, di zaman anak kita nanti, tidak ada yang tahu. Di zaman sekarang saja trend sudah bergeser. PNS masih menjadi impian, tapi lebih banyak yang menjanjikan.

Aku tidak ingin mendoktrinnya untuk menjadi sesuatu. Aku ingin mengenalkannya tentang kerja keras, pantang menyerah, serta kreativitas. Zaman Qiy nanti pasti akan lebih keras. Siapa yang tidak bisa survive dia tak akan bisa sukses. Bagaimana karakter seseorang akan sangat menentukan nasibnya.

Pemahaman tentang agama itu nomer satu. Mau jadi apapun aku ridho, asalkan dia tetap berpedoman pada Islam, agama Allah. Selanjutnya adalah mendidiknya menjadi pribadi yang suka bekerja keras, pantang menyerah serta kreatif.

Semoga Allah selalu menjagamu dimanapun Qiy.


Rabu, 06 November 2019

Jadi Seorang Ibu

Dua tahun tujuh bulan sudah aku jadi ibu.. Baru sebentar memang, tapi selama waktu itu, banyak sekali hal yang mendewasakan aku..
Menjadi ibu itu bukan hanya soal hamil dan melahirkan, apalagi soal lahiran Sectio Caesaria (SC) atau normal. Kalau banyak yang mengira merasakan jadi seorang ibu itu jika sudah melahirkan normal. 

Sejauh yang aku rasakan, melahirkan itu ibarat seperti membuka gerbang sebuah perjalanan. Iya, baru sebatas membuka gerbangnya saja. Ibarat mau masuk ke sebuah bangunan, baru sampai si gerbang depan saja. 

Perjalanan masih panjang, menyusui, mpasi, toilet training, menyapih, babywearing, stimulasi tumbuh kembang, dll. Itu pun kalau mau dijabarkan satu per satu akan sangan panjang.

Aku masih sangat menyayangkan ada seseorang pernah bilang, "Belum merasakan jadi ibu kalau belum lahiran normal". Kalimat itu masih terngiang sampai sekarang. Suatu kali aku pernah merasa gagal karena aku melahirkan melalui SC. Serius lhoo, kalimat itu nylekit. Karena kalimat itu, aku pernah tanya sama diriku sendiri..
"Eh, apa lelahku nyusuin ASI eksklusif itu ga menjadikan aku ibu seutuhnya?"
"Apakah lelahku bikin mpasi homemade itu ga ada apa2nya?"

Saking sebelnya aku pernah bilang ke diriku sendiri, "Aku memang lahiran SC, tapi anakki ASI eksklusif 2 tahun, anakku mpasi homemade sampai 2 tahun, tumbuh kembang bagus, bicara lancar. MasyaAllah. Kalau kayak gini masih saja dibilang belum jadi ibu. Lalu anakku itu anaknya siapa? Wkwkwkkw. Lucu banget yak.. "

Harusnya memang yg bilang gitu dihempaskan aja yak..hehe.. Ibu habis melahirkan itu sensitif sekali.. yang diperlukan iti dukungan bukan kritikan. Saran dari saya, stop mempermasalahkan metode lahiran. Lebih baik dukung ibu habis melahirkan, tawarkan bantuan..