Rabu, 28 Agustus 2019

Aliran Rasa "Membangkitkan Fitrah Seksual Pada Anak"

Bagi saya, ini adalah tantangan paling seru selama kelas bunda sayang. Bagaimana tidak? Hampir setiap hari grup dipenuhi ratusan chat. Kalo telat 3 hari saja sudah ribuan chat.

Menurut saya, kenapa grup bisa seramai itu karena tema yang menarik dan metode pembelajaran yang berbeda. Dalam level ini kami diminta untuk berdiskusi dan mempresentasikan apa yang didiskusikan kepada grup lain.

Tiap kelompok menyuguhkan presentasi terbaiknya. Kelompok awal pun, walaupun terbatas waktu persiapannya dapat memberikan yang terbaik. Semakin hari presentasi semakin baik. Ada yang membuat video juga. Walaupun sudah jadi ibu-ibu tetap harus kreatif ya :)

Berkat diskusi di level ini, saya semakin aware dengan fakta-fakta betapa 'mengerikan' dunia zaman sekarang. Sungguh berat tantangan membesarkan anak di zaman ini. Banyak bahaya mengancam, salah satunya dari bahaya kejahatan seksual serta penyimpangan seksual. Para orang tua termasuk saya, harus mempersiapkan anak untuk menghadapi tantangan ini di zamannya. Untuk itu, belajar adalah hal yang wajib dilakukan. Selain itu berdoa kepada Allah, karena Allah adalah sebaik baik penjaga.

Senin, 19 Agustus 2019

Review Materi 10 "FAQ Anak Seputar Pendidikan Seks"

Alhamdulillah sampai juga di materi terakhir. Lumayan juga setiap hari membaca 300 obrolan. Materi dan penyajian materi bagus-bagus semuanya sehingga sayang untuk dilewatkan. Materi kali ini menarik, karena sangat dekat sekali dengan kita. Pasti banyak orangtua yang bingung ketika anaknya tiba-tiba bertanya tentang seks. Peran keluarga sangat penting disini, lebih baik anak tahu penjelasan mengenai seks dari orangtuanya langsung daripada anak mencari tahu sendiri atau tahu dari sumber yang salah. Maka, jika anak mulai bertanya, hadapi ya jangan menghindar. Saya sendiri harus bersiap-siap ketika nanti Qiy mulai bertanya, beruntung sekali saya ikut komunitas ini. Alhamdulillah.

Penyampaian materi kelompok 10 ini keren sekali. Diawali dengan video teaser yang bercerita seorang anak yang mulai bertanya tentang anatomi tubuhnya yang berbeda. Lalu ada pertanyaan lain yang berkaitan dengan pendidikan seks.

Isi dari materi sangat lengkap. Ada tips untuk orangtua saat menghadapi anak. Ada alasan kenapa kita harus terbuka dalam menghadapi anak yang penasaran terhadap seks. Serta contoh-contoh pertanyaan si kecil seputar seks beserta jawabannya.

Qiy sudah 2 tahun. Idealnya di usia 3-4 tahun anak sudah mulai penasaran dengan kelamin. Qiy pun sama. Awalnya ia membuat istilah sendiri. Kemaluan = ik ok. Saya juga tidak tahu kenapa dia menciptakan istilah itu. Mungkin dari kata eek. Semakin kesini saya membiasakan dengan menyebut kemaluan. Materi ini sangat membantu saya mempersiapkan pertanyaan Qiy selanjutnya.

Berikut link materi dari kelompok 10, semoga bermanfaat :)

Review Materi 9 "Peran Lingkungan dan Perlindungan dari Kejahatan Seksual"

Semakin hari diskusi semakin menarik. Setelah PG 8 kemarin diskusinya ciamik, sekarang PG 9 pun tak kalah keren.  Sayangnya hari itu bertepatan dengan perayaan 17 Agustus di kampung jadi absen tidak ikut diskusi. Diskusi diawali dengan curah pendapat dengan mengisi google form. Di awal diskusi juga disebutkan akan ada 3 sertifikat yang dibagikan oleh PG 9 untuk peserta yang berpartisipasi mengisi curah pendapat. Seru ya!

Berikut review singkat dari materi kelompok 9:

Peran Lingkungan
Peran lingkungan meliputi keluarga, sekolah, masyarakat, serta pemerintah. Semua aspek ini memegang peranan penting dalam mencegah serta melindungi adanya tindak kejahatan seksual. Banyak yang menilai peran pemerintah masih belum terlihat, meskipun subenarnya sudah ada peran pemerintah. Dapat dilihat UU no 23 tahun 2002 pasal 81. Dalam hal lain, dapat kita lihat masih adanya tayangan tidak berkualitas di televisi, kemudian belum ada tindak tegas untuk pelaku LGBT. Meski begitu, peran keluarga sangat-sangat diharapkan karena perlindungan kecil itu berawal dari sebuah keluarga. Satu langkah dari tiap-tiap keluarga di Indonesia untuk melindungi anak dari kejahatan seksual akan sangat berarti daripada tidak melakukan apa-apa.

Apa yang bisa dilakukan terhadap kejahatan seksual?
Sebelum terjadi kejahatan seksual, tentu kita dapat melakukan pencegahan. Peran dari keluarga, masyarakat, maupun pemerintah sangat dibutuhkan disini. Semua pertahanan yang ditanamkan kepada anak tercipta dari sebuah lingkungan kecil yang bernama keluarga. Itulah pentingnya penanaman nilai-nilai yang baik dari keluarga.

Saat terjadi kejahatan seksual, ada baiknya keluarga tidak panik dan fokus pada penyelesaian. Dekap anak agar ia mendapatkan ketenangan dan kenyamanan. Bila kita menjumpai adanya kejahatan ketika berada di masyarakat, harus berani melaporkan kepada pihak yang berwajib. Dari sisi negara, harus mengawal upaya memerangi kejahatan seksual.

Setelah terjadi kejahatan seksual, yang bisa dilakukan keluarga adalah melakukan rehabilitasi psikis serta medis. Sedangkan peran masyarakat adalah rehabilitasi sosial, dan peran pemerintah adalah rehabilitasi hukum.

Minggu, 18 Agustus 2019

Suka Duka Penghuni "Barbel"

Apa yang kamu pikirkan ketika pertama kali mendengar kata barbel?
Alat olahraga?
Bukaaan..
Barbel itu sebenarnya adalah singkatan dari barisan belakang. Hari ini aku teringat kata ini setelah melihat upacara di televisi, mengingatkan masa-masa SMA 13 tahun yang lalu. Masa-masa dimana baris berbaris adalah makanan sehari-hari.

Istilah barbel ini pertama kali dilontarkan oleh teman sekamarku. Ya, sekolah saya dulu ini adalah sekolah asrama. Saya lupa tepatnya oleh siapa tapi kata itu tiba-tiba terlontar saat kami mengobrol santai. Kata ini 'tercipta' karena sebagian dari kami adalah penghuni 'barbel'.

Dulu waktu SD-SMP urutan berbaris adalah yang pendek di depan dan yang tinggi di belakang. Namun, ternyata yang benar adalah dari depan ke belakang adalah dari yang paling tinggi ke paling pendek. Sebenarnya kami tidak sependek yang kalian kira, tapi karena teman-teman kami banyak yang tinggi banyak jadi yaaa begitulah.

Sebagian orang mungkin mencibir kami-kami yang ada di barbel. Dilihat orang pun juga tidak. Di mana-mana yang terlihat adalah yang paling depan. Tapiiiii..jangan salah ya, ada kalanya tempat kami ini menjadi tempat impian bagi para mereka yang berbadan tinggi. Senangnya ada di barbel itu:
1. Terhindar dari sengatan matahari. Kami selalu terlindung oleh mereka yang berbadan lebih tinggi. Apalagi ketika matahari berada tepat di depan barisan kami. Topi pun tak sanggup melindungi sengatannya. Pada saat ini barbel adalah posisi yang diimpikan sebagian besar siswa. Pernah suatu hari, aku berada di barisan nomer dua dari depan gara-gara banyak teman yang lebih tinggi memilih barbel. Hmmmm, jadi gini rasanya baris di barisan depan, panaaas guys.
2. Barbel itu jauh dari pengawasan senior. Kalau di depan, bergerak saat upacara tentu langsung ketahuan. Di barbel masih sedikit lebih santai, meskipun sebenarnya tetap ketahuan sih kalau bergerak heboh.

Tapi, gara-gara di barbel, aku menyadari bahwa impianku menjadi paskibraka sirna. Aku harus tahu diri biar tidak dikira pungguk merindukan bulan. Dulu sekali aku pernah bermimpi menjadi salah satu pasukan pengibar bendera di istana negara. Geli ya kalau ingat itu sekarang. Kalau kata Bang Haji sih, "Masa muda masa yang berapi-api". Kira-kira seperti itu gambaran masa mudaku dulu. Rasanya banyak ya yang bermimpi seperti itu, gimana tidak upacara 17 Agustus di istana itu adalah tontonan wajib setiap tahun, dari kecil sampai punya anak. Wajar kalau banyak yang bermimpi menjadi paskibra. Mimpi itu terus aku pupuk sampai masuk SMA ini, SMA yang baris-berbaris adalah makanan setiap hari. Namun setelah menjadi penghuni barbel aku harus tahu sampai dimana kemampuanku. Berada di barbel membuatku mawas diri, bahwa tidak menjadi paskibraka pun aku tetap bisa berkontribusi bagi negeri. Cie cieee.

Satu lagi yang membuat barbel membosankan adalah kita tidak tahu bagaimana pemandangan di depan. Apakah ada suatu kejadian yang menarik? Atau seseorang yang menarik? eh eh gak boleh ya. Menentukan ke mana barisan melangkah pun tidak bisa, kita hanya bisa mengekor orang-orang di depan. Belok kanan ya kanan, kiri ya kiri. Untungnya jalannya cuma itu-itu saja sih jadi tidak terlalu masalah.

Barbel ini menjadi salah satu topik pembicaraan yang seru saat bertemu mantan penghuni barbel. Sampai saat ini kalau bertemu kita cuma tertawa. Menertawakan diri kami sendiri yang sok asik dan sok bangga karena pernah menjadi penghuni barbel. Padahal itu adalah cara kami menghibur diri karena berada di barisan belakang.

Review Materi 8 "Penyimpangan Seksualitas, Pencegahan, dan Solusinya"

Presentasi kelompok 8 ini menurut saya adalah presentasi paling beda. Di samping ada video animasi singkat sebagai teaser materi juga mekanisme presentasi dibuat berbeda. Di mana 7 kelompok di awal semua materi diberikan di awal lalu membahas pertanyaan dari teman-teman. Kelompok ini melakukan diskusi interaktif. Jadi pertanyaan diberikan saat sesi diskusi dan materi diberikan di akhir presentasi. Ide yang cemerlang menurut saya.

Diskusi berjalan sangat seru, bahkan diskusi belum mulai pun obrolan tentang materi ini sudah ramai. Mungkin total ada 500 obrolan.  Diskusi dimulai dengan membahas apa itu pengertian penyimpangan seksualitas. Penyimpangan seksualitas adalah penyimpangan seksual/ fantasi seksual yang tidak wajar terhadap benda, situasi, atau kelompok individu tertentu.

Dilanjutkan tentang bentuk-bentuk penyimpangan sosial. Dulu saya hanya tahu beberapa, seperti gay dan lesbian. Ternyata ada banyak lho bentuk penyimpangan seksual itu seperti:
1. Fedofilia (tertarik pada anak di bawah umur)
2. Geronontofilia (tertarik pada usia lanjut)
3. Infantofilia (tertarik pada bayi)
4. Zoofilia (tertarik pada binatang)
5. Froteurisme (Pengidap menggesek-gesekan kelaminnya di tempat umum)
6. Eksibisionisme (suka memperlihatkan alat kelaminnya)
7. Voyeurisme (suka mengintip misal di kamar ganti atau toilet)
8. Fetisisme (tertarik pada suatu benda seperti pakaian dalam)
9. Sadisme (suka menyiksa/menyakiti pasangan saat berhubungan seksual untuk kepuasan)
10. Masokis (merasa puas apabila dia disakiti oleh pasangan)

Adapun berbagai penyebab yang dibahas selama diskusi antara lain:
1. Iman dan takwa yang lemah (ada orang yang rajin beribadah hanya secara ritual saja, tetapi tidak meresapinya)
2. Trauma sewaktu kecil. Entah ia pernah mendapat pelecehan seksual ataupun melihat salah satu orang tuanya melakukan kekerasan seksual.
3. Pola asuh waktu kecil yang kurang tepat. Sewaktu diskusi kami disuguhkan suatu video yang berisi anak umur 8 tahun sudah mengalami disorientasi seksual. Bahkan hal tersebut didukung oleh orangtuanya karena anaknya terlihat bahagia. Naudzubillah.
4. Pengaruh lingkungan. Lingkungan ini tak bisa dipungkiri bisa menjadi penyebab penyimpangan seksualitas. Sekeras apapu kita mengikat anak kita pasti akan terpapar oleh lingkungan. Untuk itu kita harus membuat benteng yang kuat untuk anak kita, salah satunya dengan pemahaman agama.
5. Penggunaan media yang kurang tepat. Seperti yang dibahas pada diskusi kelompok selanjutnya media bisa menjadi sangat berpengaruh.
6. Ketidakseimbangan hormon dalam tubuh (faktor ini sangatlah kecil)

Pencegahan yang bisa dilakukan kita antara lain:
1. Kedekatan orangtua dengan anak
2. Pemahaman agama kepada anak. Tidak hanya menjalani ibadah ritual saja, tetapi harus dipahamkan kepada anak apa esensi dari beribadah.
3. Menjaga pergaulan anak. Berusaha memberikan lingkungan yang baik kepada anak.
4. Penggunaan gadget secara bijak. Orangtua bisa berperan dalam penggunaan gadget oleh anak.
5. Diadakan seminar, kajian LGBT di sekolah-sekolah
6. Adanya undang-undang yang melarang LGBT di Indonesia. Selain peran orangtua, pemerintah juga sangat berperan dalam kasus ini.
7. Jika anak mengalami pelecehan seksual, upayakan untuk mendapat penanganan dengan tepat. Kenapa? karena pelaku LGBT adalah korban pelecehan seksual yang tidak tertangani dengan baik dan tumbuh sebagai pelaku.

Satu lagi yang menjadi pembahasan, yaitu solusi. Solusi yang paling penting menurut saya adalah dari tataran keluarga. Dimulai dari membangun kedekatan orangtua dan anak. Selanjutnya ayah dan ibu melakukan peran seperti fitrahnya masing-masing, seperti yang sudah dibahas pada diskusi sebelumnya. Peran ayah dan ibu ini sangat penting salah satunya memberikan pendidikan agama kepada anak. Karena susungguhnya pendidikan agama anak ini adalah tanggung jawab orang tua. Bukan tanggung jawab pihak kedua seperti sekolah ataupun pengasuh.

Setelah dipaparkan semuanya baik kasus, materi, pencegahan, solusi, semakin membuat saya sadar bahwa ini adalah sebuah 'perang'. Kita, para orang tua dituntut untuk menyiapkan anak kita agar bisa berperang melawan LGBT di zamannya kelak. Zaman sekarang saja sungguh sangat ngeri, apalagi zaman anak kita kelak. Siapkan amunisi berupa pendidikan agama dan jangan lupa selalu berdoa kepada Allah karena sebaik-baik penjaga adalah Allah.

Jumat, 16 Agustus 2019

Lomba Anak vs Ambisi Orang Tua

Pada bulan Agustus seperti sekarang ini bisa dipastikan hampir semua kampung mengadakan lomba khususnya lomba anak-anak. Mulai dari lomba yang sejak jaman saya kecil ada sampai lomba-lomba jaman now yang kreatif. Mulai dari makan kerupuk, pecah air, kupas telur puyuh, eatafet air dan masih banyak lainnya.

Maraknya lomba ini kadang diiringi oleh keinginan orang tua agar anaknya eksis alias menang di banyak lomba. Sah-sah saja memang, tapi kemarin saya tersentil story instagram senior saya. Kurang lebih intinya begini, "Lomba anak-anak? Kalau menang bagus. Tapi, coba tanya dulu anaknya, apakah dia happy?"Bener juga sih apa yang dia bilang. Apa tujuan dari lomba anak diadakan? Hadiah itu bonus, tapi anak bahagia itu yang paling penting.

Hari ini di kampung ada lomba anak-anak. Saya mencoba mengerem mulut, tangan, kaki, semuanya. Saya tidak pasang target. Anak mau ikut lomba saja saya sudah senang. Qiy masih dua tahun, belum perlu rasanya diajak berkompetisi. Saya kira dikenalkan dulu dengan keberanian. Berani ikut lomba saja sudah bagus.

Sebelum lomba tanya dulu sama Qiy, "Qiy mau ikut lomba hias sepeda?" Karena anaknya mau, saya bantu hias sepedanya. Paginya dia semangat sekali ikut pawai sepeda. Sampai sepedanya tidak boleh dipegang anak yang lain, takut rusak..hehe. Lomba hias sepeda aman, selanjutnya dia mau ikut lomba membawa kelereng dengan sendok. Ini agak susah untuk anak dua tahun. Tapi Qiy keren karena mau mencoba. Lalu lomba makan kerupuk, dia paling senang lomba ini karena favoritnya adalah kerupuk. Meski dengan bantuan tangan, Qiy cukup cepat menghabiskan kerupuknya. Itu saja lomba yang dia mau ikuti, lainnya tidak mau, lebih tepatnya dia malah asyik makan jajanan dari panitia.

Setelah lomba saya tanya, "Qiy senang?" Dia bilang, "Senang." Alhamdulillah. Qiy belum mengerti konsep juara dan kompetisi. Jadi buat apa saya teriak-teriak menyuruh Qiy makan kerupuk cepat-cepat? Saya hanya akan lelah berteriak dan Qiy jadi tantrum. Mungkin juga kalo Qiy besar dia akan bilang, "Ibuk aja yang ikut lomba biar menang".

Bagi saya sederhana saja, pastikan saja anak kita senang dan bahagia mengikuti rangkaian lomba. Tanamkan keberanian melalui lomba tersebut. Juga ajarkan anak agar mempunyai semangat dan pantang menyerah dalam melakukan sesuatu. Kalau menang, itu karena kerja kerasnya. Jangan lupa  berikan apresiasi. Kalau kalah, jangan pernah menghardiknya. Jiwa anak-anak itu lembut, sayang sekali hanya karena hadiah tak seberapa jiwa anak terluka. Biarkan ia belajar tentang kompetisi dengan caranya. Bukan dengan terus berada di sisinya saat lomba dan berteriak, "Ayoo, yg cepet..kamu harus menang!"

Jadi, sudahkah anak kita senang dengan lomba yang dia ikuti kemarin?

Sepeda hias Qiy

Kamis, 15 Agustus 2019

Review Materi 7 "Menjaga Diri dari Kejahatan Seksual"

Diskusi hari ini adalah diskusi paling panas selama 7 hari ini. Bagaimana tidak, semua kasus kejahatan seksual dipaparkan. Percaya atau tidak, kejadian itu kerap terjadi di sekitar kita, bahkan oleh orang-orang terdekat korban. Sebagai ibu dan seorang wanita, rasanya kesal, marah, jengkel, ah semua pokoknya saat membaca berita yang dipaparkan kelompok 7 tadi tentang kejahatan seksual. Kejahatan seksual ini tidak hanya melalui sentuhan, tetapi juga ada yang melalui telepon, pesan, dan lain-lain. Korban pun beragam, dari mulai usia dewasa sampai anak balita pun bisa menjadi korban.

Sebagai orang tua yang bisa kita lakukan adalah membekali anak kita dengan pengetahuan apa yang orang lain boleh lakukan dan tidak boleh lakukan terhadap kita. Apa yang seharusnya anak lakukan jika menghadapi situasi tersebut. Jagalah komunikasi yang baik dengan anak, karena anak yang terbuka akan menceritakan apapun yang dia alami kepada kita. Terakhir, jangan lupa  doakan selalu anak kita. Karena sebaik-baik penjaga adalah Allah Swt.

Rabu, 14 Agustus 2019

Review Materi 6 "Pengaruh Media terhadap Fitrah Seksualitas"

Sejauh mana kaitan media dan fitrah seksualitas? Dari paparan kelompok 6 kemarin, media dan fitrah seksualitas itu sangat berkaitan. Media berperan penting dalam perkembangan fitrah anak. Di satu sisi kita sangat terbantu dengan adanya media untuk berkomunikasi. Adanya telepon, video call, WA, sangat berguna bagi para keluarga yang menjalani Long Distance Marriage (LDM). Tapi, media ini bisa seperti pedang bermata dua. Bagi orang-orang yang tidak bijak memanfaatkannya media akan menjerusmuskan ke lubang gelap. Seperti kasus yang dicontohkan oleh kelompok kemarin. Ada siswa-siswi SD yang beramai-ramai membuat video berkonten pornografi. Di era sekarang, semua dapat diakses melalui handphone (HP). Naudzubillah..

Zaman orangtua kita dulu sebenarnya pun ada kasus seperti hamil di luar nikah. Walaupun zaman dahulu perkembangan media tidak semaju sekarang. Kenapa hal itu bisa terjadi? Perkembangan teknologi memang menjadi salah penyebab, namun yang lebih utama adalah bagaimana para penggunanya memanfaatkan. Kita tidak bisa mengelak dari perkembangan teknologi yang begitu cepat. Tapi kita bisa membentengi kita dan anak-anak kita dengan iman dan tuntaskan perkembangan fitrahnya.

Dari diskusi kemarin banyak juga dibahas mengenai penggunaan gadget pada anak. Saya dulu menentang penggunaan gadget pada anak. Tapi, semakin anak besar, ia semakin penasaran kenapa orangtuanya selalu memegang yang namanya gadget. Akhirnya sekali dua kali diberikan. Namun, saya menyadari efek yang ditimbulkan meskipun saya hanya memberikan maksimal 2 jam per hari. Anak jadi lebih sering tantrum dan lebih sering teriak-teriak. Keputusan untuk tidak memberikan gadget ini tidak bisa saya lakukan sendiri. Kedua orangtua harus terlibat semuanya. Orangtua harus rela puasa gadget demi anak agar tidak melihat orangtuanya main gadget. Selain itu anak harus disibukkan dengan diajak bermain, bernyanyi, dan membaca buku. Kuncinya ada pada orangtuanya.

Memberikan gadget pada usia yang tepat tentu juga akan membantu kita melindungi si anak sendiri. Tentu tidak bijak memberikan anak gadget dengan fasilitas internet kepada anak usia 7 tahun tanpa pengawasan. Kalau saya sendiri  lebih setuju kepada memberikan gadget ketika anak sudah mengerti batasan-batasan apa yang boleh dia lakulan dan tidak lakukan. Tetap saja saya harus mengecek historinya juga isi sosial medianya.

Membaca maraknya kasus pornografi usia dini dari kelompok 6 kemarin membuat saya sadar kita sebagai orangtua harus banyak-banyak belajar serta berusaha lebih untuk memberikan amunisi-amunisi terbaik kepada anak untuk berjuang di zamannya. Bismillah..

Selasa, 13 Agustus 2019

Review Materi 5 "Pentingnya Aqil Baligh Secara Bersamaan"

Seperti hari-hari kemarin, diskusi kelima ini pun berlangsung sangat seru. Ada kurang lebih 300 obrolan yang harus dibaca ketka tertinggal diskusi. Tapi, hal itu tak menyurutkan niat untuk terus manjat ke atas membaca diskusi sampai selesai. Gimana ya maaak, isinya sungguh sangat berbobot.

Pernah mendengar ada kasus hamil diluar nikah? aborsi? pacaran? Pasti pernah kan... Itulah sederetan contoh kasus aqil baligh yang tidak matang secara bersamaan.

Jadi, apa itu aqil baligh?
Singkatnya baligh adalah tercapainya kedewasaan secara biologis, ditandai dengan matangnya organ reproduksi. Ciri yang paling terlihat adalah mulainya menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Sedangkan aqil adalah tercapainya kedewasaan psikologis, sosial, dan finansial. Aqil baligh secara bersamaan berarti matangnya fisik dan mental secara bersamaan.

Mengapa anak harus dipersiapkan aqil baligh?

Sudah jelas jawabannya, agar tidak terjadi kasus seperti yang saya sebutkan di atas. Selain itu aqil baligh adalah syarat dalam ibadah dan muamalah. Setelah orang aqil baligh maka ia harus bertanggung jawab atas amal perbuatannya. Ia berhak mendapat pahala atau dosa.

Siapa yang bertanggung jawab mendidik anak agar tercapai aqil baligh bersamaan?

Orang tua baik ayah maupun ibu sangat berperan dalam mendidik anaknya agar tercapai aqil baligh bersamaan, terutama ayah. Ayah-lah yang paling bertanggung jawab mengantarkan kedewasaan anak (aqilnya).

Pendidikan untuk mempersiapkan aqil baligh ini tidak bisa semuanya diserahkan kepada pihak sekolah. Kenapa? Karena tidak semua sekolah memiliki visi misi untuk mengedepankan aqil. Masih banyak sekolah yang hanya fokus kepada nilai akademis semata. Meskipun ada sekolah yang mendidik kepribadian/kedewasaan tetap saja nilai-nilai itu harus dipenuhi di rumah. Kenapa? agar ketika anak menuntut ilmu di luar ia sudah aqil, sudah punya benteng yang kuat agar tidak terpengaruh oleh lingkungan yang tidak baik.


Senin, 12 Agustus 2019

Revies Materi 4 "Peran Ayah dalam Pengasuhan untuk Membangkitkan Fitrah Seksualitas"

Hari ini adalah hari ke-5 level 11 dan memasuki materi ke 4. Sesaat setelah materi dibagikan, grup kelas sudah ramai sekali. Bayangkan..kurang lebih 300 chat sudah menunggu untuk dibac padahal diskusi belum dimulai. Hal ini membuktikan betapa serunya materi yang dibawakan oleh kelompok 4 ini. Dalam diskusi beberapa waktu lalu, ada teman sekelas yang bilang, "Negeri ini disebut fatherless country". Waktu itu dalam hati saya membantah, ah..masak sih? Tapi, setelah mendapatkan materi ini, kemudian banyak tentang sosok ayah. Hal itulah yang kemudian menuntun saya untuk flashback ke masa saya kecil. Dan..ah iya, rupanya saya ada di barisan anak-anak yang fatherless. Sebagian dari kami punya ayah, yang setiap hari kami bertemu tapi kami tidak mendapatkan figur seorang ayah.

Memangnya apa akibatnya jika tak mendapatkan sosok ayah? Yang saya alami adalah dalam mengasuh anak selama ini saya ada memerankan peran ayah. Seperti misalnya, saya menjadi 'tegaan' dengan anak dan rasa lembut saya berkurang.

Lalu, bagaimana peran ayah seharusnya?
Zaman dulu, peran ayah hanya dipahami sebagai orang yang mencari nafkah. Selain itu semua diserahkan kepada sang ibu. Namun, ternyata anak juga butuh sosok seorang ayah dalam perkembangannya. Ayah itu:
1. Man of mission and vision
2. Penanggung jawab keluarga
3. Sang ego dan individualitas
4. Sang raja tega
5. Suplier maskulinitas
6. Konsultan pendidikan
7. Penegak profesionalisme

Diskusi tadi siang berhasil membuat kami, para peserta diskusi untuk saling introspeksi diri. Apakah kami dulu fatherless? Apakah suami kita juga fatherless? Bagaimana memutus rantai fatherless agar anak-anak kita dapat tumbuh dengan fitrah yang paripurna.

Langkah pertama yang saya lakukan setelah diskusi tadi adalah kirim materi presentasi ke suami, lalu minta beliau untuk membacanya. Selanjutnya komunikasi produktif dengan suami membahas tentang pengasuhan orang tua kami kepada kami dahulu, kami lakukan evaluasi bersama-sama. Kami sadari bahwa terkadang ada peran terbalik yang kami terapkan dalam keluarga. Ayah yang seharusnya menjadi raja tega tetapi saya malah yang lebih tegaan kepada anak. Saya yang seharusnya menjadi pembasuh luka anak, terkadang suami yang lebih lembut ke anak. Itu hanya salah satu contohnya. Selanjutnya kami banyak membahas peran ayah dan ibu pada tahapan-tahapan usia anak seperti materi hari kemarin. Suami bertanya, "Kenapa ayah harus dekat dengan Qiy di usia 10-15?"
Iya, supaya Qiy merasakan dan tahu bagaimana disayangi dan menyayangi oleh laki-laki. Supaya Qiy tidak mudah tergiur oleh rayuan gombal laki-laki yang bilang sayang kepadanya. Begitu jawaban singkat saya yang membuat suami langsung peluk-peluk anak wedok. Kalau diterjemahkan, mungkin kira-kira begini, "Nak, aku ayahmu, yang akan menjadi laki-laki pertama yang kamu cintai"

Sabtu, 10 Agustus 2019

Review Materi 3: "Peran Orangtua dalam Membangkitkan Fitrah Seksualitas Anak"

Seperti yang saya tulis dalam review materi 2 kemarin, bahwa peran orangtua sangat besar dalam membangkitkan fitrah seksualitas anak. Materi yang disampaikan hari ini pun berkaitan bahkan hampir mirip dengan materi kemarin. Semakin menegaskan bahwa peran ayah ibu dalam mendidik fitrah seksualitas anak sangat besar. Sang ayah berperan mengisi sisi maskulinitas anak dan sang ibu berperan mengisi sisi feminitasnya. Bagaimana jika  sang ibu lebih dominan dalam rumah tangga? Semisal selalu mengambil keputusan atau terlalu mandiri. Hal ini bisa menggerus sisi feminitasnya yang nantinya juga akan berpengaruh pada anak. Ingat ya maak, anak itu mencontoh apa yang ia lihat. Saya jadi ingat bagaimana saya tumbuh di keluarga yang menuntut untuk mandiri dalam hal apapun. Ya, meskipun saya tiga bersaudara perempuan semua tapi kami dididik untuk bisa melakukan apapun. Jadi wonder woman begitu ceritanya. Bukan karena ibu saya mengambil peran yang dominan daripada bapak. Tapi memang tuntutan bapak ke kami begitu. Setelah menikah barulah saya sadar. Ada kalanya saya harus meminta bantuan suami untuk melakukan sesuatu meskipun saya sebenarnya bisa melakukannya sendiri, seperti memasang tabung gas, mengganti galon air minum, mengangkat sesuatu yang agak berat, dan lainnya. Kenapa? Saya merasa suami saya merasa dirinya bisa diandalkan. Dan peran suami dalam rumah tangga sebagai penanggung jawab serta pelindung jadi lebih terlihat. Anak yang melihat kami bekerja sama dalam rumah tangga pun akan berpikir bahwa ayahnya keren, hebat mau membantu ibunya. Ia akan melihat bahwa ayahnya punya peran besar di rumah. Tapi, kalau ayahnya sedang keluar kota, tunjukkan bahwa kita juga bisa mandiri, pasang tabung gas sendiri, angkat galon, nyetir sendiri, hihihii :)

Diskusi tadi banyak dibahas tentang bagaimana jika suami kurang bekerja sama dalam mendidik anak dan bagaimana jika LDM?
Saya pernah bilang sama suami, bahwa dalam mengurus anak kita harus bekerja sama, tidak bisa sendiri. Saya paham, terkadang ada laki-laki yang empatinya rendah. Nah disitu peran istrinya untuk melakukan komunikasi produktif agar suaminya mau berperan dalam mendidik anak. Kalau saya sendiri, sewaktu Qiy kecil saya sesekali meminta ayahnya untuk mengganti popoknya atau hal remeh lain agar ada interaksi ayah dengan anak. Walaupun sebenarnya hal-hal tersebut bisa saya lakukan sendiri. Tujuannya agar ayah tidak canggung dengan anaknya dan anak merasa dekat dengan ayahnya. Hal-hal tersebut berefek lhoo, akhirnya sekarang mereka berdua dekat sekali.

Mem-branding sosok ayah

Dari diskusi tadi, saya dapat simpulkan bahwa hal yang dapat kita lakukan saat LDM dengan suami adalah mem-branding sosok ayah kepada anak. Kita bisa menceritakan kepada anak, apa yang sedang dilakukan ayahnya, betapa hebatnya ayah mencari nafkah untuk keluarganya, bagaimana sayangnya ayah kepada keluarganya, dan lain-lain. Dengan begitu anak akan tetap mendapatkan kehadiran ayah. Dulu saya pernah menjalani LDM juga selama 5 bulan sewaktu Qiy bayi. Setiap hari rasanya ingin cepat-cepat menyusul agar anak kenal dengan ayahnya. Tapi sayangnya belum diizinkan orangtua. Beliau khawatir saya akan kerepotan. Di saat LDM itu saya sering mendengarkan suara ayahnya ke Qiy dan mengirim foto-foto Qiy ke ayahnya. Tujuannya agar tetap ada ikatan di antara mereka. Salut untuk suami istri yang menjalani LDM. Semoga Allah selalu berikan kemudahan.

Saya pernah terpikir sesuatu, "Besok kalau Qiy besar dia mau curhat ke orangtuanya gak ya?" Saya pernah baca kalau anak harus dilatih agar ia dekat dan terbuka dengan orangtuanya. Salah satunya jika nanti anak sudah akan memasuki baligh dia tak sungkan bercerita kepada orangtuanya. Misalnya jika Qiy akan mengalami menstruasi nantinya. Sebelum itu ia harus paham dulu, apa itu menstruasi, bagaimana mandi wajib, bagaimana hukumnya jika sudah menstruasi? Nah, untuk menjelaskan itu semua saya kira saya harus dekat dengan Qiy dulu, biar nyaman kalau menjelaskannya. Mulai sekarang, saya sering memancing Qiy untuk ngobrol-ngobrol tentang apa yang ia alami hari ini. Hal apa yang ia sukai. Setelah itu nasihat-nasihat yang baik berkaitan apa yang ia alami tadi. Saya pun sering bercerita tentang apa yang saya alami, bagaimana perasaan saya hari itu kepada Qiy. Dengan ikhtiar ini semoga nanti Qiy menjadi anak yang terbuka.



Jumat, 09 Agustus 2019

Review Materi 2 "Pendidikan Fitrah Seksualitas Sejak Dini"

Bismillahirrohmanirrohim..


Materi kedua ini jatahnya kelompok kami yang mempresentasikan materi. Senengnya mendapat giliran awal adalah cepat selesai, tidak terbebani lagi. Tantangannya adalah waktu yang mepet. But it's okay..kami sudah melaluinya dengan sangat baik menurut saya. Selamat untuk kelompok 2. Big applause...

Setelah materi pertama membahas gender dan sex. Giliran kelompok kami membahas pendidikan fitrah seksualitas sejak dini. Sewaktu saya mencari materi di internet. Jarang sekali ditemukan hal yang berkaitan dengan pendidikan fitrah seksualitas tetapi kebanyakan lebih menyebut dengan pendidikan seks. Hmm...padahal pendidikan fitrah seksualitas itu lebih luas cakupannya lho. Meskipun begitu ada yang bahasannya sesuai dengan materi ini.

Pendidikan fitrah seksualitas itu harus dan wajib diajarkan sejak lahir lho. Misalnya bayi perempuan, pakaikan aksesoris perempuan. Bayi laki-laki pakaikan baju dan aksesoris laki-laki. Jangan sampai memakaikan bando ke anak laki-laki walaupun itu hanya lucu-lucuan. It's a big no yaaaa, karena akan mencederai fitrahnya. Kemudian, semakin besar ajarkan ia rasa malu, ajarkan apa itu aurat, pahamkan bahwa ia adalah laki-laki atau perempuan. Sehingga di usia 3 tahun anak sudah paham dengan fitrah gendernya.

Kenapa sih harus dikenalkan sejak dini?

Agar anak tumbuh sesuai dengan fitrah seksualitasnya dengan paripurna. Bila ia laki-laki maka ia akan tumbuh dengan maskulinitas yang lebih dominan. Ia akan menjadi orang yang tanggung jawab serta tegas sesuai fitrahnya. Apabila ia perempuan, ia akan tumbuh dengan feminitas yang dominan. Ia akan mampu untuk mendidik anaknya serta berperilaku dengan lembut. Kalau menurut buku Fitrah Based Education. Seorang laki-laki sebaiknya memiliki 70% maskulinitas dan 30% feminitas. Berlaku sebaliknya untuk perempuan.

Selain itu, agar tidak ada penyimpangan seksualitas di kemudian hari. Kasus seperti ini sudah banyak sekali terjadi di masa ini. Fisiknya laki-laki tapi melambai, kasus transgender, homo, lesbian, pernikahan sesama jenis.

Peran keluarga dalam pendidikan fitrah seksualitas sangat penting. Sosok ayah dan ibu harus hadir dalam setiap perkembangan anak sampai akil baligh. Dalam buku FBE dijelaskan sampai usia 2 tahun anak harus dekat dengan ibunya. Usia 3-6 tahun harus dekat dengan keduanya. Umur 7-10 anak laki-laki dekatkan dengan ayahnya, perempuan dengan ibunya. Lalu usia 11-14 laki-laki dekatkan dengan ibunya dan sebaliknya. Bila ayah atau ibu tak bisa membersamai anak, misalnya karena meninggal atau single parent, maka tetap hadirkan sosok ayah atau ibu. Bisa dengan kakeknya, pamannya, tantenya, neneknya, atau gurunya.

Beberapa cara yang bisa dilakukan dalam mendidik fitrah seksualitas sejak dini di rumah antara lain:
1. Mengenalkan rasa malu
2. Mengenalkan aurat
3. Memisah kamar anak dengan orang tua (sesuai dengan perintah agama, salah satunya menjaga psikologis anak agar tidak terganggu karena tidak sengaja melihat orangtuanya berhubungan suami istri)
4. Memisah kamar anak laki dengan perempuan. Juga anak laki dengan laki dan perempuan dengan perempuan.
5. Meminta izin saat mau masuk ke kamar orangtua. Terutama di 3 waktu yaitu setelah fajar, setelah dzuhur, dan setelah Isya.

Sewaktu diskusi tadi seru sekali membahas pisah kamar dengan anak. Suatu tantangan sendiri memang berpisah kamar dengan anak. Selain harus menyiapkan kamar  yang butuh biaya juga memerlukan 'ketegaan'. Kalau saya sendiri, karena anak masih 2 tahun 4 bulan, masih tidur bersama. Lagipula anaknya masih minum ASI. Jadi PR nya lebih ke bagaimana menyapih dengan cinta lebih dahulu.

Selama ini saya membiasakan anak untuk berpakaian sopan seperti tidak memakai kaos dalam saja saat bermain keluar rumah meskipun kepanasan, memakai baju renang kalau berenang, juga mengenalkan rasa malu dan aurat. Meskipun anaknya belum paham 100%. Sejauh ini dia bisa membedakan mana yang cantik, yang berarti perempuan dan mana yang ganteng, yang berarti itu laki-laki. Meski begitu, ada juga PR nya. Bismillah..

Kamis, 08 Agustus 2019

Review Materi 1 "Pemahaman Perbedaan Gender"

Game level 11 telah tiba. Materi yang dibahas semakin menarik dan seru, yaitu fitrah seksualitas. Sekilas yang saya paham tentang pendidikan fitrah seksualitas berbeda dengan pendidikan seks. Pendidikan fitrah seksualitas ini dilakukan sejak bayi lahir ke dunia. Fitrah seksualitas adalah bagaimana seseorang berfikir dan bersikap sesuai dengan fitrahnya sebagai laki-laki maupun perempuan sejati.

Gender vs Seks

Gender itu adalah apa yang tampak sebagai maskulinitas atau feminitas. Sedangkan seks adalah pembagian dua jenis kelamin berdasarkan kromosom yaitu kromosom X dan Y. Sehingga tampak ciri yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Yakni laki-laki memiliki jakun, skrotum, penis, dan menghasilkan sperma. Sedangkan perempuan mempunyai rahim, sel telur, mengalami haid.

Seorang laki-laki tidak 100% memiliki sifat maskulin, akan tetapi ia juga memiliki sisi feminis. Bayangkan saja jika seorang laki-laki hanya berfikir menggunakan otak tanpa perasaan. Hmmmm... Nah, berapa presentase feminis pada laki-laki ditentukan oleh seberapa besar peran ibu dalam pengasuhannya. Begitu juga dengan maskulinitas pada perempuan.

Gender dalam Pandangan Islam

Persamaan laki-laki dan perempuan dalam Islam adalah sama-sama memiliki kewajiban beribadah kepada Allah dan memperoleh pahala. Adapun perbedaannya adalah dalam hal kodrat, syariat (penetapan hukum waris, kedudukan laki-laki, nilai dalam persaksian). Namun, keduanya saling melengkapi dan bersinergi, bukan saling berkompetisi siapa yang paling hebat.

Fitrah Laki-laki dan Perempuan

Laki-laki dan perempuan memiliki fitrah yang berbeda. Laki-laki memiliki sifat yang lebih tegas dan keras karena fitrahnya sebagai pemimpin dan penjaga keluarga dari gangguan. Sedangkan perempuan memiliki sifat yang didominasi oleh perasaan karena fitrahnya dalam merawat mendidik anak dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.

Efek Gender dengan Perkembangan Anak

Fitrah seksualitas ini harus dijaga agar tidak terjadi penyimpangan di kemudian hari. Agar tidak terjadi penyimpangan, peran orang tua, ayah dan ibu sangat diperlukan. Sosok ayah dan ibu harus hadir dalam setiap perkembangan anak. Sejak lahir hingga akil baligh yaitu 0-15 tahun. Sosok ayah dan ibu ini harus hadir sesuai dengan porsinya, tidak lebih atau tidak kurang agar maskulinitas dan feminitas tumbuh sesuai porsinya. Idealnya, laki-laki memiliki sifat maskulinitas 70% dan feminisme 30%, sebaliknya dengan perempuan. Peran keluarga dalam pendidikan fitrah seksualitas ini sangat penting. Jangan sampai anak mendapatkan informasi dari luar yang kurang tepat.